your comments

Kamis, 24 Januari 2008

Tarian Dero / mo’ende


Oleh : Kristianto.Simuru

Tarian Dero, merupakan salah satu dari sebagian besar kesenian tari yang berasal dari tanah Poso. Tarian ini melambangkan sebuah ungkapan sukacita dari masyarakat Poso khususnya mereka yang mendiami daerah sepanjang lembah Danau Poso.meskipun penulis tidak memahami dengan pasti tentang asal-usul tarian ini, akan tetapi keidentikan tarian Dero dengan masyarakat disepanjang lembah danau Poso didasarkan pada tradisi pengucapan syukur ( padungku ) setelah memperoleh hasil pertanian khususnya dari tanaman pokok padi yang terjadi secara bergelombang daerah tersebut.

Prosesi pelaksanaan tarian Dero itu sendiri biasanya dilakukan didaerah yang luas dan lapang. Hal ini dikarenakan seluruh peserta yang melakukan tarian dero adalah masyarakat itu sendiri tanpa melihat status social, umur maupun gender (jenis kelamin ). dengan kata lain tarian dero merupakan tarian massal dan melibatkan seluruh komponen masyarakat sebuah daerah (desa,distrik,wilayah pemerintahan ) berserta tamu dan kerabat keluarga yang datang keacara pengucapan syukur ini.

Tarian dero itu sendiri merupakan tarian yang sangat simple untuk dipelajari oleh orang awam sekalipun. Kita hanya berdiri berdampingan dan bergandengan tangan dengan sesama penari. kemudian melakukan hentakan kaki sekali ke kiri kemudian dua kali kekanan mengikuti alunan pantun yang sahut-menyahut yang didendangkan salah seorang yang sedang ikut menari kemudian diikuti nyanyian pantun bersama oleh seluruh penari dero.

Alat musik yang digunakan untuk mengiringi tarian inipun sangat khas, yaitu ganda (sejenis gendang ) dan ngongi ( sejenins gong ) yang ditabuh bergantian oleh para pemuda dan orang tua. Prosesi tarian Dero pun bisanya dilakukan pada pukul 20.00, dan berakhir kurang lebih pukul 04.00.hal ini dikarenakan tarian Dero dilaksanakan hanya dua sampai tiga kali dalam setahun dibeberapa pusat keramaian sehingga orang-orang akan berdatangan silih berganti dari berbagai pelosok untuk merayakan kegembiraan tersebut.

Dalam tarian dero unsur diskriminasi, perbedaan status baik patron dan klien yang telah tercipta oleh struktur social menjadi memudar, mengapa demikian ? karena dalam tarian dero semua orang bebas bergandeng tangan dengan siapa saja. Jadi tidak heran bila seorang pekerja dapat bergandengan tangan dengan seorang kabose atau tadulako ( tuan tanah / raja ).

Tarian Dero bukan hanya sebagai tarian pemersatu masyarakat didaratan lembah danau Poso dan sekitarnya. akan tetapi juga tarian ini diidentikan dengan ajang mencari jodoh.sebab sebagian besar peserta tarian yang ikut menari adalah para kaum muda dan mereka yang masih lajang yang mengharapkan jodoh atau pasangan melalui tarian dero.

Akan tetapi seiring pergeseran nilai akibat kemajuan teknologi, tarian Dero kemudian kehilangan maknanya baik itu makna simbolik maupun norma-noram social yang positif seperti demokratisasi dan kesetaraan gender. Hal dikarenakan masyarakat yang melakukan tradisi ucapan syukur ini telah terkontaminasi dengan pemaknaan kota yang lebih individual dan cenderung bersifat pasif. Hal ini diperburuk dengan masuknya nilai-nilai budaya barat yang disalah tafsirkan oleh masyarakat setempat sebagai sebuah budaya baru yang dapat dikolaborasikan dengan tarian asli. Misalnya masuknya alat-alat musik moderen yang mengantikan musik tradisional didukung sound system yang memadai.dampak budayanya dapat dilihat dengan fenomena beberapa orang saja yang memahami syair lagu, dan peserta lain hanya diam membisu. Selain itu jenis lagu yang dinyayikan terkesan monoton dan tidak menarik. ( dikutip dari cerita pengalaman alm Ngkai-Tua ( kakek nenek ) penulis ).

Tidak ada komentar: